- Back to Home »
- SITUS SEJARAH DI KABUPATEN BLORA
Blora merupakan sebuah kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa
Tengah. Kabupaten Blora sebagai sebuah kota telah meninggalkan banyak
situs yang berserakan. Hal ini berkaitan dengan adanya peninggalan dari
kerajaan jipang panolan dan situs wura-wari. Situs-situs sejarah ini
misalnya:
Perpustakaan Daerah
Perpustakaan daerah biasanya
merupakan sebuah perpustakaan yang lokasinya di tingkat kabupaten.
Sebagai contoh misalnya: perpustakaan yang ada dikabupaten Blora yang
beralamat di jalan A.Yani kompleks GOR Kolonel Soenandar. Di
perpustakaan ini tersimpan berbagai macam koleksi sumber sejarah
tertulis yang meliputi berbagai bidang serta buku-buku mengenai sejarah
blora, kebudayaan blora, suku Samin dan sumber-sumber lain yang kompeten
dalam penulisan sejarah.
Museum Mahameru
Berawal dari rasa
iri, meri terhadap kabupaten tetangga seperti Rembang, Pati, Grobogan,
dan Bojonegoro (Jawa Timur), Mahameru ini dibangun,” ungkap Ketua
Yayasan Mahameru Blora Gatot Pranoto BE. Pada awalnya, dengan merekrut
beberapa personel muda yang memiliki keinginan untuk pelestarian budaya
dan sejarah, obsesi Mahameru masih ambyah-ambyah atau kurang terfokus.
Begitu berdiri, tidak tanggung-tanggung langsung berbadan hukum. Kali
pertama yang dilakukan sejumlah personel Mahameru adalah menelusuri
literatur dan studi lapangan dengan obsesi menyusun buku sejarah Blora.
Latar belakangnya, selama ini masih terlalu banyak versi penyusunan
sehingga buku sejarah Blora ini belum diketahui ending-nya.
Didorong oleh keinginan terus maju, tidak puas dengan apa yang diraih
saat ini, Yayasan Mahameru secara rutin menerjunkan tim penelusur dan
pemantau benda-benda bersejarah ke seluruh pelosok di Blora. Fosil
binatang raksasa, pecahan keramik dari negeri manca, bebatuan, tosanaji
telah ditemukan tim ekspedisi itu. penemuan fosil kerbau purba yang
diperkirakan sudah berusia 1 juta – 2 juta tahun lalu di Kecamatan
Menden, Blora, kini tim Yayasan Mahameru Blora kembali menemukan fosil
binatang purba jenis pemakan daging yang diperkirakan juga berusia
jutaan tahun. Temuan fosil baru itu secara lisan telah dilaporkan ke
Dinas Pariwisata Blora dan barangnya saat ini untuk sementara disimpan
di Rumah Sejarah Blora..
Temuan di Desa Rowobungkul adalah
pecahan keramik yang diperkirakan peninggalan zaman Dinasti Ming,
sebagian peninggalan Dinasti Tsung dan Dinasti Tsing. Yang menarik,
hamparan pecahan keramik itu berada di area yang sangat luas, 20 hektare
Benda bersejarah yang menjadi koleksi Museum Mahameru bertambah 1 buah,
yaitu berupa 1 kotak wayang kulit (50 – 70 buah). Benda tersebut
dihibahkan warga Desa Jatisari, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora.
Dihibahkannya wayang kulit tersebut dilatar belakangi cerita mistis,
namun menjadi fakta ditengah kehidupan warga Jatisari. Menurut Ketua
Yayasan Mahameru Blora, Gatot Pranoto, warga desa menyebut benda yang
dihibahkan tersebut sebagai wayang kulit Malati. Pemberian nama itu
dilatarbelakangi oleh kejadian aneh yang menimpa setiap warga yang
menyimpan wayang kulit tersebut, ketika disimpan di rumah salah seorang
perangkat desa, tanpa diketahui penyebabnya tiba – tiba salah seorang
anggota keluarga perangkat itu jatuh sakit. Dan anehnya, saat wayang
kulit itu dipindahkan ke tempat lain, warga yang sakit itu sembuh.
Peristiwa itu terjadi berulang kali di Desa Jatisari. Setelah mengalami
peristiwa yang sama, warga desa sepakat membiarkan wayang kulit itu di
Balai Desa.
Lubang Buaya Dukuh Pohrendeng
Lubang buaya ini
merupakan tempat pembuangan mayat korban PKI 1948 yang terletak di dukuh
Pohrendeng, Desa Maguwan kecamatan Tunjungan. Korban dari PKI ini yaitu
Mr. Iskandar yang merupakan Presiden Landraad pada pengadilan Negeri
Blora sejak penjajahan yang diangkat menjadi bupati blora ketika
Indonesia merdeka. Ketika menculik Mr. Iskandar tertangkap terikut pula
dokter Susanto yang merawat Mr. Iskandar dan seorang camat margorojo
pati yang bernama Oetoro. Selain itu dua orang lagi dari blora yaitu
Gunandar dan Abu Umar.
Sunan Pojok
Makam Sunan Pojok terletak
di jantung Kota Blora dekat dengan Alun-Alun Kota Blora, tepatnya
berada disebelah Utara Pasar Kota Blora, sangat strategis dan mudah
dijangkau baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Menurut data
inventaris Kepurbakalaan dari Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Blora
serta hasil dari pendapat sebagian tokoh masyarakat mengenai data-data
makam para tokoh Pemerintahan dan Keagamaan pada waktu dulu, merupakan
awal mula pemerintahan di Kabupaten Blora. Barangkali dari sini dapat
digambarkan asal mula Kabupaten Blora. Makam Sunan Pojok adalah Makam
Pangeran Surobahu Abdul Rohim. Sebelumnya beliau adalah seorang perwira
di Mataram yang telah berhasil memadamkan kerusuhan di daerah pesisir
utara atau tepatnya didaerah Tuban, sekembalinya dari Tuban diperjalanan
beliau jatuh sakit dan meninggal dunia di Desa Pojok Blora.
Situs Wura-Wari
Lokasi Situs Wura-wari ini dari Jipang, Ngloram dapat ditempuh dengan
berkendaraan sekitar sepuluh menit. Haji Wura-Wari adalah penguasa
bawahan (vasal) yang pada tahun 1017 Masehi menyerang Kerajaan Mataram
Hindu (semasa Raja Darmawamsa Tguh). Saat itu Kerajaan Mataram Hindu
berpusat di daerah yang sekarang dikenal dengan Maospati, Magetan, Jawa
Timur. Serangan dilakukan ketika pesta pernikahan putri Raja Darmawamsa
Teguh dengan Airlangga, yang juga keponakan raja, sedang dilangsungkan.
Membalas dendam atas kematian istri, mertua, dan kerabatnya, Airlangga
yang lolos dari penyerangan dan tinggal di Wanagiri (di daerah
perbatasan Jombang-Lamongan), akhirnya balik menghancurkan Haji
Wura-Wari. Namun, sebelumnya Haji Wura-Wari terlebih dahulu menyerang
Airlangga sehingga dia terpaksa mengungsi dan keluar dari keratonnya di
Wattan Mas (sekarang Kecamatan Ngoro, Pasuruan, Jawa Timur).
Serangan balik Airlangga, yang ketika itu sudah dinobatkan menggantikan
Darmawamsa Tguh, ditulis dalam Prasasti Pucangan (abad XI) yang terjadi
pada tahun 1032 M. Serangan itu pula yang memperkuat dugaan batu bata
kuno berserakan di sekitar situs tersebut.
Situs yang ditemukan
tim ekspedisi berada di tengah tegalan, di tepi persawahan, berupa
tumpukan batu bata kuno berlumut yang kini dijadikan areal pemakaman..
Sejak tahun 2000, telah dikumpulkan serpihan batu bata kuno berukuran 20
x 30 sentimeter dengan tebal sekitar 4 cm, serpihan keramik, serta
serpihan perunggu yang kini disimpan di Museum Mahameru.
Temuan
di situs itu memperkuat isi Prasasti Pucangan bertarikh Saka 963
(1041/1042 Masehi) yang pernah diuraikan ahli huruf kuno (epigraf)
Boechori dari Universitas Indonesia. Boechori menyebutkan, …Haji
Wura-Wari mijil sangke Lwaram. Mijil mempunyai arti keluar (muncul
dari).
Hasil analisis toponimi (nama tempat), kemungkinan nama
Lwaram berubah menjadi Desa Ngloram sekarang. “Pelesapan konsonan ’w’,
penyengauan di awal kata, dan perubahan vokal ’a’ menjadi ’o’ menjadikan
nama lama Lwaram menjadi Ngloram sekarang. Penjelasan seperti itu pula
yang membantah berbagai pendapat terdahulu yang menyebutkan Haji
Wura-Wari berasal dari daerah Indocina atau Sumatera sebagai koalisi
Sriwijaya. Cepu memiliki data arkeologis, toponimi, dan geografis kuat
untuk melokasikannya di tepian Bengawan Solo di Desa Ngloram.
Petilasan Kadipaten Jipang Panolan
Petilasan Kadipaten Jipang Panolan berada di Desa Jipang, sekitar 8
kilometer dari kota Cepu. Petilasannya berwujud makam Gedong Ageng yang
dahulu merupakan pusat pemerintahan dan bandar perdagangan Kadipaten
Jipang. Di tempat tersebut juga terlihat Petilasan Siti Hinggil,
Petilasan Semayam Kaputren, Petilasan Bengawan Sore, dan Petilasan
Masjid.
Ada juga makam kerabat kerajaan, antara lain makam R
Bagus Sumantri, R Bagus Sosrokusumo, RA Sekar Winangkrong, dan
Tumenggung Ronggo Atmojo. Di sebelah utara Makam Gedong Ageng, terdapat
Makam Santri Songo. Disebut demikian karena di situ ada sembilan makam
santri dari Kerajaan Pajang yang dibunuh oleh prajurit Jipang karena
dicurigai sebagai telik sandi atau mata-mata Sultan Hadiwijaya.
Cepu, Nglobo, Ledok, dan Wonocolo
Jumlah sumur tua yang ada mencapai 648 buah dengan 112 di antaranya
masih aktif memproduksi minyak. Perlu diketahui, sumur minyak di Cepu
ini kali pertama ditemukan pada tahun 1890 oleh Bataafsche Petroleum
Maatchappij (BPM), sebuah perusahaan minyak dari Belanda, yang kemudian
namanya berubah menjadi Shell. Sebagian besar sumur tua tersebut masih
ditambang secara tradisional oleh masyarakat setempat. Mereka
menggunakan tali dan timba yang ditarik oleh sekitar 15 orang atau
memanfaatkan sapi untuk menderek. Sumur-sumur tua itu umumnya berada di
areal perbukitan dan di tengah-tengah kawasan hutan jati. Maka, perlu
upaya ekstra untuk bisa melihatnya
Makam Purwo Suci Ngraho Kedungtuban
Makam Purwo Suci terletak di Dukuh Kedinding, Desa Ngraho, Kecamatan
Kedungtuban lebih kurang 43 km kearah tenggara dari Kota Blora, mudah
dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat sampai ke jalan
desa kemudian untuk mencapai makam dolanjutkan dengan berjalan kaki
lebih kurang 500 m sambil menikmati pemandangan alam, karena letaknya
berada di puncak perbukitan dengan luas areal bangunan makam lebih
kurang 49 persegi. Menurut informasi atau cerita dari masyarakat
setempat Makam Purwo Suci adalah makam seorang Adipati Penolan sesudah
Haryo Penangsang bernama Pangeran Adipati Notowijoyo. Di dalam halaman
makam tersebut juga terdapat Makam Nyai Tumenggung Noto Wijoyo, karena
jasa-jasanya, sampai saat ini makam tersebut masih banyak dikunjungi
oleh masyarakat untuk tujuan tertentu, bahkan pernah dipugar oleh Bupati
Blora pada tahun 1864 dengan memakai sandi sengkolo, Karenya Guna
Saliro Aji ( tahun 1864 ). Menurut ceritera yang panjang, makam ini
cocok dikunjungi oleh wisatawan yang senang akan olah roso dan olah
kebatinan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Makam Maling Gentiri
Makam Maling Gentiri terletak di Desa Kawengan, Kecamatan Jepon, lebih
kurang 12 km kearah Timur dari Kota Blora, mudah dijangkau dengan
kendaraan roda dua maupun roda empat. Menurut buku karya Sartono Dirdjo (
Tahun 1984 ), serta buku Tradisional Blora karya Prof. DR.Suripan Sadi
Hutomo ( tahun 1966 ) serta hasil dari cerita rakyat, Gentiri adalah
putra dari Kyai Ageng Pancuran yang saat hidupnya mempunyai kesaktian
tinggi ( sakti mondroguna ), suka menolong kepada orang yang sedang
kesusahan, orang yang tidak mampu dan sebagainya, suka mencuri ( maling )
namun bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang lain yang
sedang kesusahan. Maling Gentiri dijuluki Ratu Adil yang dianggap
sebagai tokoh yang suka mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Dengan
perjalanan sejarah yang panjang akhirnya Maling Gentiri sadar dan semua
perbuatan yang melanggar hukum dia tinggalkan, hingga akhirnya dia
meninggal dan dimakamkan di Ds. Kawengan, Kecamatan Jepon. Karena
jasa-jasanya banyak, masyarakat setempat atau dari daerah lain yang
datang ke makam tersebut karena masih dianggap keramat (Karomah), baik
untuk berziarah maupun untuk tujuan tertentu.
Makam Jati Kusumo dan Jati Swara
Makam Jati Kusumo dan Jati Swara terletak di Desa Janjang, Kecamatan
Jiken lebih kurang 31 km kearah Tenggara dari Kota Blora atau lebih
kurang 10 km dari Kecamatan Jiken, mudah dijangkau dengan kendaraan roda
dua maupun roda empat. Dengan luas areal lebih kurang 1 Ha yang
didalamnya terdapat Makam Jati Kusumo dan Jati Swara, makam Rondo Kuning
( putri yang tergila-gila ingin diperistri oleh kedua bangsawan
tersebut ), empat makam sahabat , Bangsal sesaji, Guci berisi air (
dianggap punya karomah ), Batu Pasujudan, dan juga bangsal untuk
pertunjukan Wayang Krucil. Menurut ceritera rakyat setempat Pangeran
Jati Kusumo dan Jati Swara adalah dua bersaudara kakak beradik putra
dari Sultan Pajang, Mempunyai kesaktian yang tinggi, suka menolong orang
lain, suka mengembara kemana-mana dengan tujuan untuk menyebarkan Agama
Islam. Terbukti dengan adanya bangunan masjid disana karena
jasa-jasanya.